Catatan Seorang Pencari Gratisan

Gambar

 

            “Mbak, potret sebelah kanan ya!” Suara Pak Noviar terdengar dari alat pendengar yang dipasang di helmku.

            Aku arahkan kamera ke sisi kanan. Tepat pada saat itu paralayang yang kami berbelok tajam. Wusssh…. anginnya Pantai Parangtritis yang waktu itu bertiup kencang, sempat menggoyangkan pesawat kecil ini.

            Bayangin saja, pesawat yang Cuma muat untuk 2 orang dan keliatan ringkih ini tertiup angin pantai. Waktu itu ketinggiannya mungkin 15 meter, tapi bawahnya itu laut bro! Dan ini pengalaman pertamaku terbang.

***

Dua hari setelah perjalanan ke Kali Suci, aku dan Rauf berencana untuk pergi ke Jogja Air Show yang diadakan di Pantai Depok, Bantul. Kata Rauf di sana ada terbang gratis. Kalau yang namanya gratis pasti rasanya enak sama enak banget, jadi aku mau diajak Rauf.

Hari itu Minggu, 29 Februari 2014, jam 5.30 aku sudah bangun. Memang rencananya kami mau sampai Pantai Depok pukul 07.00. Kami berpikir kalau sampai sana pagi, peluang buat daftar terbang gratis semakin besar. Namun sebenarnya kami tidak tahu persis di mana tempat terbang gratisnya, karena Jogja Air Show ini diselenggarakan di Parangtritis, Depok dan Parangkusumo.

Kurang lebih jam 6.30 aku berangkat. Sempat ragu ketika melihat langit di selatan mendung. Felling sih acara terbang gratisnya batal. Tapi akhirnya saya berangkat. Aku memutuskan untuk lewat jalur Imogiri dari pada Jalan Parangtritis. Jalur Imogiri yang sepi, aku pikir bisa cepat sampai pantai.

Baru sampai di Pasar Imogiri, sudah gerimis. Aku melihat gunung-gunung di selatan Imogiri juga gelap. Di sana pasti sudah hujan deras. Aku segera berbelok arah ke barat. Aku memang sengaja untuk menghindari hujan karena jas hujanku ketinggalan.

Aku gas motorku karena aku merasa dikejar hujan.Tapi secepat-cepatnya aku naik motor, ternyata kalah dengan hujan. Terpaksa aku harus berteduh. Aku BBM Rauf untuk kasih tahu kalau aku terlambat karena berteduh. Selang beberapa saat kemudian hujan mulai reda. Aku lanjutkan perjalanan. Sampai di Jalan Parangtritis hujan kembali deras. Aku menepi di depan toko. Di tempat yang sama ada pria dengan baju bertuliskan Metro TV, ini pasti wartawan. Dia berangkat bersama anak dan istrinya. Beberapa saat setelah aku datang, ada dua orang pria yang berboncengan juga berteduh. Ternyata wartawan dan salah satu pria yang datang setelahku ini kenal.

Obrolan mereka menarik. Tentu saja aku pasang telinga. Dua orang ini saling ngobrol tentang pesawat dan penerbangan. Ternyata kenalannya wartawan ini adalah seorang penerbang. Yang diboncengnya adalah anaknya yang juga hobi terbang. Oh iya, aku berani memastikan kalo pria yang memakai baju Metro TV ini adalah wartawan juga karena obrolannya bersama si penerbang. Dari obrolan mereka, aku mendengar kalau even Jogja Air Show ini ternyata ada 8 pawang hujan dan pawing angin. Duh tapi kok tetap hujan gini ya?

Obrolan mereka lumayan menghiburku hingga menunggu hujan reda ini sangat menyengkan. Singkat cerita aku dan Rauf daftar penerbangan gratis ini. Penerbangan ini hanya untuk 20 orang dan menggunakan undian untuk menentukan. Terbangnya nggak pagi, siang ternyata.

Oh iya ada satu hal yang membuatku geli. Ketika aku menunggu Rauf di gerbang TPR Pantai Depok, di sana dijaga TNI AU. Jalan menuju tempat Jogja Air Show tidak boleh dilewati umum. Mereka harus parkir di tempat parkir Pantai Depok. Ada pengunjung yang naik motor mencoba menrobos, dengan nada tinggi salah satu TNI AU itu menyuruh pengendara itu memarkirkan motornya ke tempat parkir. Beberapa saat kemudian ada mobil yang juga ingin masuk, masih dengan nada tinggi oknum TNI AU itu menyuruh untuk berbalik arah. Mobil yang berukuran lumayan besar ini agak lama untuk memutar. Dan lagi-lagi salah satu oknum TNI AU itu menggertak. Kaca mobil diturunkan. “Kamu tidak tahu saya? Saya bisa laporkan kamu ke komandamu. Bisa kan baik-baik ngomongnya?” orang yang di dalam mobil itu membalas gertakan. Memang orang ini adalah salah satu orang penting di JAS. Dia duduk di deretan kursi tamu VVIP. Dan kembali ke oknum TNI AU tadi, dia ibarat senter yang batrenya hampir habis. Mbleret!

Sambil menunggu pengundian terbang gratis, aku dan Rauf menyaksikan pertunjukkan kedirgantaraan. Melihat pesawat Jupiter beratraksi, itu yang paling keren. Tepuk tangan penonton selalu menyambut ketika 5 pesawat itu beraksi. JAS kali ini dihadiri oleh Mentri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, Sri Paduka Pakualam selaku wakil gubernur DIY dan Bupati Bantul. Om Roy tidak mau kalah dengan pengunjung, dia juga ikut memotret.

***

“Najmutstaqib Arrauf untuk yang pertama,” kata MC. Tepuk tangan dari pengunjung pun riuh menyambut. Pipi Rauf memerah, seraya senyum lebar mereka dari bibirnya.

“Selamat ya Uf. Pokoknya pengalaman ini harus ditulis,” aku beri selamat pada Rauf.

MC kembali mengumumkan nama-nama yang berhasil diundi. Namaku tak kunjung disebut. Harapan untuk naik paralayang, aku hilangkan. Setidaknya Rauf bisa naik, pikirku waktu itu.

“Ini yang terkahir,” ujar MC.

Hahaha sudah yang terakhir. Sudah tidak ada harapan buatku.

“Ferlynda Putri,” suara dari pengeras suara.

Yeaah… aku pandangi Rauf kemudian kami berpelukan. Akhirnya kami berdua bisa terbang. Sontak reaksi kami menjadi perhatian bagi sekeliling kami. Beberapa ada yang menanyakan bagaimana pendaftarannya. Aku dan Rauf kemudian menuju MC untuk daftar ulang. Disana kami disodori surat yang harus diisi.

***

“Anginnya besar. Tidak mungkin untuk terbang,” kata seorang petugas.

Kecewa pasti. Kami 20 pemenang undian yang tadinya bersemangat, kini lesu.

“Ditunggu sampai jam 1 ya. Semoga bisa,” ujar petugas itu lagi.

Jam 1 lebih belum ada penerbangan. Kemudian salah satu pilot mencoba untuk terbang. Diujung landasan terlihat sayap paralayang bergetar.

“Nah anginnya masih besar. Khawatir nanti malah terjadi apa-apa. Minggu depan kesini lagi aja,” petugas yang sedari tadi menemani kami terus meyakinkan kalau tidak memungkinkan terbang.

10 menit paralayang di udara. Dari barat paralayang mendekati landasan. Tidak begitu mulus pendaratannya. Yah memang bulum saatnya, pikirku.

Ternyata pilot itu berani untuk terbang. Tidak terlalu bahaya sepertinya. Rauf yang urutan pertama akan terbang. Saat akan take off aku lihat sayap paraayang yang tunggangi Rauf dan pilot itu sedikit goyang. Nyaliku menciut melihat itu.

Cukup lama aku menunggu Rauf yang terbang. Beberapa paralayang sudah menyusul terbang. Dan aku bosan hehehe. Aku sudah tidak terlalu berharap untuk bisa terbang.

Tiba urutanku. Maklum jumlah paralayangnya sedikit jadi harus gantian terbangnya. Penerbangan perdanaku ini ditemani Pak Noviar. Sebelum terbang kami berkenalan. Helm sudah terpasang. Helmnya bagus, bisa saling ngobro gitu. Hahah mau beli helm seperti ini ah, buat pacaran di motor. Sayangnya aku harus lepas sandal. Aku pakai sandal japit, takutnya nanti malah copot pas terbang hehe. Kamera juga sudah siap ku ditangan.

Di sisi kanan kiri landasan banyak yang memfotoku. Hahaha berasa artis.

“Sudah siap Mbak?” kata Pak Noviar.

“Sangat siap Pak,” jawabku.

Pesawat berjalan pelan dan lama kelamaan cepat. Bagian depan sudah terangkat dan beberapa detik kemudian seluruh tubuhku sudah di udara. Awal penerbangan tidak begitu menyenangkan, paralayangnya terhempas angin. Namun Pak Noviar bisa mencairkan kepanikanku.

Kami yang tadinya terbang ke arah timur, berbelok ke barat. Sebelah kiri terlihat birunya laut. Sebelah kanan, rumah-rumah penduduk terlihat kecil, sawah-sawah seperti karpet berwarna hijau. Perasaan luar biasa aku rasakan. Indonesia keren.

“Indonesia keren ya Pak?” aku memulai pembicaraan setelah panik tadi.

“Ini belum seberapa Mbak. Mbak harus terbang lebih tinggi dan lebih jauh lagi,” jawab Pak Noviar.

Aku menikmati angin yang membelai tubuhku. Aku jepret kanan dan kiri. Suara Pak Noviar terdengar jelas. Dia mengucapkan kata-kata yang tidak aku mengerti, seperti kode.

“Ini tadi saya sedang berhubungan dengan pilot yang di depan sana Mbak,” Pak Noviar seolah mengerti apa yang aku pikirkan. Dia menunjukkan paralayang di depan kami.

“Pesawat ini merknya Cosmos,” jelas Pak Noviar. Dia kemudian menjelaskan banyak hal lagi tentang paralayang dan Cosmos.

Rasanya baru sebentar di udara. Paralayang menuju landasan dan bersiap turun.

“Kita akan turun. Terimakasih ya Mbak. Semoga ini menjadi pengalaman buat Mbak,” Pak Noviar mengarahkan pesawat ke landasan.

“Sama-sama Pak. Ini luar biasa. Akan saya tulis di blog,”

Pesawat belum mendarat, tapi aku merasa semua mata penonton melihatku. Beberapa juga memfoto. Sebenernya sih aku mau melambaikan tangan hehehe.

Satu hal yang terbersit dibenakku, Indonesia itu keren dan Tuhan itu Maha Kece. Tak sabar untuk menikmati setiap jengkal tanah Indonesia di tempat lain.

2 comments

Tinggalkan komentar